Wednesday, 30 November 2011

Sweet November

Posted by plopipay at 02:33
Here's my first short story ever, you may read it and give a comment. any comments will do, don't hold yourself xD

---

Aku menatapnya dari kejauhan, ia terlihat sedang asyik berbicara dengan seseorang yang aku rasa teman dekatnya. Ia tertawa manis sekali, sesekali tangannya membenarkan posisi syal berwarna hitam yang tergantung di lehernya. Aku mengamati setiap gerak-geriknya, aku ikut tersenyum ketika ia melontarkan candaan-candaan ringan kepada temannya. Aku rasa orang-orang yang duduk disekitarku menganggapku gila tapi aku tidak peduli, aku terus memperhatikannya, bila mata kami tak sengaja bertemu, untuk sepersekian detik aku merasa jantungku akan lepas seketika. Rasanya ingin sekali aku menuju kearahnya dan bertanya siapa namanya, darimana asalnya, apakah ia ingin berteman denganku. Hihihi…. Aku merasa sangat konyol mempunyai pikiran seperti itu, benar-benar bukan diriku jika aku melakukannya.

Akhirnya kereta berhenti di stasiun tujuanku, menyedihkan, mungkin aku memang hanya diberikan kesempatan untuk menatapnya disepanjang perjalanan tadi. Sengaja aku berdiri di pintu paling ujung tempatnya berdiri sambil menunggu kereta benar-benar berhenti. Aku hanya menunduk, tentu saja aku tidak berani menatapnya dari jarak sedekat itu, jarak dimana aku bahkan dapat mencium aroma parfumnya.
Pintu kereta akhirnya terbuka, entah kenapa semua proses terasa lambat, maksudku semuanya terlihat seperti slow motion didalam film-film action. Mungkin karena aku terlalu tidak ingin keluar dari kereta ini, tidak sebelum aku berhasil berbicara dengannya tapi toh aku akhirnya melangkahkan kakiku keluar kereta. Aku memberanikan diriku menatapnya sambil dalam hati berkata “selamat tinggal”.

Ia tersenyum! Ia balas menatapku dan tersenyum. Entah aku bahkan tidak bisa membedakan apakah saat ini aku sedang berimajinasi atau ia memang sedang tersenyum padaku. Jantungku berdetak dengan kencang, ia benar tersenyum kearahku, dengan malu-malu aku membalas senyumannya, aku yakin saat ini wajahku pasti tidak jauh beda dari warna udang yang telah direbus.

Aku sadar itu hanyalah sebuah senyuman, sebuah senyuman tidak lantas membuatku dapat bertemu lagi dengannya, tapi setidaknya nanti ini akan menjadi salah satu kenangan yang menyenangkan selama aku berada di Seoul. Ini pertama kalinya aku berada di Seoul, dan tempat ini adalah tempat yang selama ini kuidam-idamkan. Aku bahkan memilih pergi kesini pada bulan November, dimusim autumn, musim yang paling aku sukai. Aku ingin membuat kenangan seindah mungkin di negeri dan dimusim favoritku ini.

---

“Apa yang sedang dilakukannya saat ini?” pikirku sembari menyeruput segelas coffee americano favoritku. Semenjak hari itu aku tidak bisa berhenti memikirkannya, aku tau ini terdengar gila tapi apa mungkin sindrom cinta pada pandangan pertama telah menghampiriku?

Aku berbohong ketika aku berkata sebuah senyuman sudah cukup untukku. Itu tidaklah cukup, aku ternyata menginginkan sesuatu yang lebih, aku ingin mengenalnya, aku ingin berbicara banyak dengannya. Entahlah tapi aku merasa aku telah lama mengenalnya, ini semua terdengar sangat tidak masuk akal tapi aku bersungguh-sungguh. Terkadang aku bahkan hampir menangis karena merindukannya. Oh, aku bahkan saat ini melihatnya didepan kasir sedang memesan menu yang sama denganku, dia mebawa nampannya berjalan kearah mejaku. Tentu saja imajinasiku pasti sedang bermain dengan leluasa, aku tidak dapat menghentikannya! Imajinasiku mulai menggila, ia duduk dihadapanku dan tersenyum menatapku. Aku memejamkan mataku sembari dalam hati terus berusaha menenangkan diriku, aku sedikit takut jangan-jangan otakku mulai terganggu. Bagaimana mungkin pria itu tiba-tiba muncul dihadapanku seperti ini, aku pasti sedang ber…

“Hai……” sapa seorang pria yang aku tahu pasti siapa. Ia tersenyum lebar kearahku, ia saat ini benar-benar berada dihadapanku, tidak..tidak.. ini pasti bagian dari imajinasiku yang terlalu tinggi.

“Hey…..” sapanya sekali lagi, kali ini ia terlihat bingung, mungkin ia bingung melihat ekspresi wajahku yang membeku. “ah…maaf..” katanya lagi kemudian bersiap untuk pergi dari mejaku mungkin karena merasa tidak enak denganku atau entahlah. Aku bergegas menahannya, “tunggu!!” “apa kau nyata?” tanyaku membuatnya mengeluarkan tawanya yang terdengar renyah membuatku berpikir dalam hati bahwa ia memang tidak nyata.

“kau ingin tau?” tanyanya dan kubalas dengan anggukan pelan. Ia menatapku dan aku balas menatapnya, perlahan tapi pasti tatapannya terasa makin dalam, makin lama makin dalam, aku bahkan dapat merasakan hembusan nafasnya diwajahku. Lama kelamaan makin dekat hingga kurasakan bibir lembutnya menyentuh bibirku. Aku benar-benar tidak tau apakah ini mimpi ataukah ini benar terjadi, dalam hati aku ingin menghentikannya, kalau ini benar hanya imajinasiku, ini sudah keterlaluan, aku harus menghentikannya, tapi aku tidak juga memintanya berhenti hingga akhirnya ia melepaskan bibirnya dariku. Aku membuka mataku dan kulihat ia tersenyum menatapku.

“apa aku sudah terlihat lebih nyata untukmu?” tanyanya lembut

“tidak…ini tidak benar. Kau hanyalah bagian dari imajinasiku yang berlebihan. Dalam beberapa saat kau akan hilang dari pandanganku.” Aku benar-benar bingung.

Ia lagi-lagi tersenyum dan menatapku tajam, aku balas menatapnya. Tatapan matanya terasa sangat hangat dan menyenangkan, sama seperti tatapan matanya kala itu. Saat ini baru aku yakin bahwa pria yang selama ini kupikirkan, yang selama ini membuatku bertanya-tanya, benar-benar nyata dihadapanku dan ia bahkan sempat menciumku.

“menciumku…kenapa kau tadi menciumku??” tanyaku heboh membuatnya terkejut, aku merasa seperti baru tersadar dari lamunan panjangku.

“maafkan aku, kau sendiri yang tadi memintaku melakukannya secara tidak langsung”

“aku?”

“aku benar-benar minta maaf.” Pintanya dengan wajahnya yang penuh rasa bersalah membuatku menjadi tidak tega. Sejujurnya, aku tidak tau apakah aku marah atau malah senang karena ia terang-terangan menciumku.

“Lalu bagaimana kau bisa mengenaliku?” tanyaku beberapa saat kemudian

“entahlah, aku tadinya berjalan melewati coffee shop tersebut dan begitu melihatmu, aku merasa sangat senang, seperti melihat teman lama. Apa itu bahkan masuk akal?” Jawabnya jujur, tentu saja membuatku senang mendengarnya karena itu artinya ia merasakan hal yang sama denganku.

“hmm….aku sebenarnya juga merasakan hal yang sama, bahkan ketika pertama kali melihatmu di kereta waktu itu, aku merasa sudah lama mengenalmu.”

“kereta? Kereta?? Aku kira aku bertemu denganmu di taman.” Ia mengerutkan dahinya, bingung, aku merasakan sedikit kekecewaan dalam diriku, karena ternyata ia tidak begitu mengingatku.

“kau tidak mengingatnya?”

Ia tertawa melihat ekspresiku yang sudah tidak jelas antara sedih, marah, dan kecewa. “tentu saja aku mengingatnya, bodoh. Bagaimana mungkin aku melupakan saat itu, dimana ada seorang wanite berambut panjang dengan mata besar yang indah menatapku sepanjang perjalanan dan selalu tersenyum mendengar candaan-candaanku. Senyuman wanita itu bahkan tidak bisa lepas dari pikiranku, senyumnya membuatku merasa nyaman” terangnya panjang lebar, membuatku tidak bisa berhenti mengembangkan senyum bahagiaku.

Kami berjalan bergandengan tangan menyusuri tepian sungai Han, berbicara banyak mengenai kehidupan kami masing-masing, ia orang yang sangat menyenangkan, ia senang membuat lelucon yang mampu membuatku tertawa terbahak-bahak, aku benar-benar beruntung bertemu lagi dengannya. Bangunan dan jembatan dengan kilauan lampu-lampunya membuat pendangan sekitar sungai Han mejadi jauh lebih indah malam ini. Aku berkata padanya “hari ini adalah hari terindah untukku, aku tidak menyangka akan bertemu denganmu dan menghabiskan hari terakhirku disini bersamamu. Aku pastinya tidak akan melupakannya.”
Ia mempererat genggaman tangannya padaku dan mengambil sebuah koin disakunya kemudian melemparkan koin tersebut kedalam sungai. Ia berbisik pelan namun masih bisa terdengar olehku “Aku ingin wanita disampingku berbahagia dimanapun ia berada”.

Tanpa sadar air mataku mengalir, aku tidak sedang bersedih, juga tidak sedang menyesal karena mungkin ini adalah benar-benar menjadi kali terakhirku berasamanya. Aku yakin ada alas an kenapa kami harus bertemu lagi tepat dihari terakhirku disini, ada alas an kenapa kami berdua tidak membuat janji untuk bertemu dikemudian hari.

Ia menatapku dan tersenyum manis sekali, lebih manis dari biasanya, ia memelukku dengan erat, “jangan menangis, aku ingin melihat senyummu sebelum akhirnya kita berpisah, sama seperti kala itu” bisiknya pelan.
Aku balik menatapnya dan tersenyum padanya, “selamat tinggal” kataku.

“Goodbye Seoul, goodbye autumn, goodbye my sweet November” 

0 comments:

Post a Comment

 

Complete Mess Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review